Sejumlah pengamat bahkan pejabat Rusia menilai saat ini negara-negara NATO sedang berusaha untuk menjebak Rusia menginvasi Ukraina untuk tujuan jangka panjang yang merugikan Moskow.
Presiden Vladimir Putin akhirnya mengurungkan niatnya untuk menempatkan 100 ribu pasukan dari perbatasan Ukraina.
Dalam skenario yang dibuat oleh sejumlah pihak, jika Putin terjebak untuk mencaplok Ukraina, negara-negara NATO akan tinggal diam dan membiarkan hal itu terjadi kecuali hanya sebatas kecaman untuk menghindari perang nuklir yang bisa memicu perang dunia ketiga.
Lebih dari, jika Ukraina dikuasai oleh Rusia, maka negara yang paling dirugikan adalah Turki yang notabene juga merupakan anggota NATO.
Letak geografis Turki yang memiliki selat menuju Krimea akan semakin terancam dengan dominasi Rusia yang semakin kuat.
Rusia akan semakin mudah mengobok-obok Turki yang akhirnya membuat skenario mencaplok Ukraina menjadi skenario saling berhadapan Ankara dan Moskow.
Baik Rusia maupun AS dkk di NATO sudah bukan rahasia lagi menyimpan kecemburuan dan ketidaksukaan dengan berbagai kerja sama Turki dengan Ukraina.
Jika kerja sama itu masih sebatas bidang ekonomi tak ada masalah. Namun, Ukraina juga melanjutkan kerja sama di bidang teknologi militer baik di industri drone maupun pesawat tempur.
Ukraina memiliki kapasitas industri yang dapat memenuhi kebutuhan domestik Turki pada suku cadang mesin pesawat.
Ukraina kesal karena NATO tak kunjung menerima negara tersebut sebagai anggota, lebih dari itu NATO juga membiarkan Rusia mencaplok Krimea, Lugansk dan Donetsk sehingga Kiev merasa mempunyai manfaat untuk bekerja sama dengan Ankara.
Sehingga bagi AS dan beberapa negara Eropa, mengorbankan Turki dan Ukraina untuk dilumat Rusia merupakan sesuatu yang tidak ada ruginya.
Akan tetapi, jika Rusia menguasai Ukraina dan berhadapan langsung dengan Turki maka ini menjadi cerita berbeda.
Mantan jenderal Rusia mendesak Putin agar tidak terjebak dengan skenario tersebut karena bisa mengakibatkan Rusia runtuh atau tercerai berai. Sebagai catatan Rusia memiliki jumlah warga 'Turkic' yang cukup besar seperti di Tatarstan dan lain sebagainya.
AS dan NATO melalui CENTO dan SEATO dulu pernah sukses menjebak Uni Soviet untuk menjajah Afghanistan.
Baik AS dan koalisinya tidak menghadang pergerakan Soviet dan membiarkan saja Afghanistan dikuasai.
Namun, Soviet akhirnya berhadapan dengan perbatasan Pakistan yang saat itu menjadi bagian dari SEATO dan CENTO.
Bisa saja Soviet melumat Pakistan namun itu akan menguras tenaga. Akan tetapi itu menjadi malapetaka karena Pakistan menjadi negara di garda depan mengusir Soviet dari Afghanistan.
Posisi Pakistan ini mirip dengan Turki saat ini. Rusia akan berhadapan langsung dengan Turki jika mencaplok Ukraina.
Ya, saat ini saja kedua negara memang sudah saling berhadapan baik di Mediterania maupun di Suriah. Namun itu belum cukup menjadi alasan Turki dan Rusia bentrok.
Beda halnya jika Ukraina sudah dicaplok Rusia, maka dorongan kepada Putin untuk bermusuhan dengan Turki akan semakin tinggi.
Dalam konteks sejarah, Rusia atau Uni Soviet pernah berhadapan dengan AS dkk dalam mencaplok Turki.
Di akhir kejayaan Ottoman, pasukan nasionalis Turki di bawah Attaturk mendapat sokongan kuat dari Uni Soviet dan kawan-kawan ketika berhadapan dengan pasukan Khilafah Ottoman (Utsmaniyah) yang saat itu menolak dibubarkan.
Saat itu AS dan koalisi justru mendukung pasukan Khilafah Utsmaniyah melawan kaum nasionalis tersebut.
Yunani, Inggris, Armenia dan Perancis ikut mendukung Ottoman yang akhirnya dikalahkan oleh pasukan Attaturk dan merebut kembali Istanbul dengan bantuan Soviet. Bagi sebagian warga Turki, Khilafah Utsmaniyah saat itu tidak lebih hanya sebagai boneka pasukan koalisi.
Meski akhirnya Turki yang baru merdeka bergabung dengan NATO melawan Soviet dengan Pakta Warsawanya, namun hubungan kedua negara tetap terjaga untuk menjamin keseimbangan kekuatan di kawasan.
Walau tak jadi menyerang Ukraina, Rusia dinikai sudah menang karena upayanya untuk membatasi perluasan NATO sudah menjadi isu global.
0 comments:
Post a Comment