![]() |
Lukam Hakim |
“Kebebasan kita, dibatasi oleh hak dan kebebasan orang lain. Kita boleh mengekspresikan diri sedemikian rupa sehingga. Namun, ekspresi kita harus juga menghormati hak dan kebebasan orang lain,” demikian pesan Menag Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan sekaligus membuka Seminar Nasional yang mengangkat Tema: Perkawinan Sejenis dalam Pandangan Agama-Agama di Indonesia, di Sanur-Bali, Selasa (01/12).
Dikutip dari Kemenag.go.id, hadir dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Hindu ini, Keluarga Besar Ditjen Bimas Hindu, Kepala Kanwil Kemenag Bali, Dirjen Bimas Buddha, Dirjen Bimas Katolik, Kepala Balitbang-Diklat, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam. Ikut hadir pula, berbagai elemen masyarakat, akademisi, mahasiswa, FKUB, Desa Pakraman, serta organisasi kepemudaan dan masyarakat Bali lainnya.
Soal pernikahan sejenis, Menag mengatakan, setidaknya sudah ada 24 negara yang melegalkan perkawinan sejenis. Issu pernikahan sejenis juga terus berkembang di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Namun demikian, Menag mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang religius. Nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, apapun agamanya.
Karenanya, menurut Menag, dalam mengekspresikan hak, sudah semestinya setiap orang mempertimbangkan empat hal, yakni: pertimbangan moral, pertimbangan agama, pertimbangan keamanan, dan pertimbangan ketertiban umum. “Issu ini harus kita sikapi. Tapi lebih pada untuk memberi pencerahan kepada masyarakat. Sisi lain, kita berkewajiban untuk menjaga dan memelihara religiusitas kita,” terang Menag.
Menag mengapresiasi pelaksanaan Seminar ini. Menag berharap, hasil seminar ini bisa melihat secara arif dan bijaksana, dari berbagai perspektif, terkait persoalan pernikahan sejenis, mulai dari perspektif filosofis, teologis, sosiologis, hingga yuridis konstitisional.
“Kita harus melihat dari berbagai kaca mata. Harapan saya, seminar ini mampu menghasilkan rumusan-rumusan yang mampu kita jadikan pegangan. Ke depan, kita harus terbiasa dengan sikap yang arif, karena, baik yang pro maupun yang kontra, mempunyai argumen dan dasar nya masing-masing,” tuturnya.
Menag berharap para tokoh agama mampu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang hakikat agama. Selain itu, Menag juga berharap agar masyarakat mempunyai pemahaman cukup untuk bisa saling menghormati perbedaan. (red2)
0 comments:
Post a Comment