BeritaDEKHO - Pemerintah Indonesia berupaya menyelesaikan sengketa investasi India Metals & Ferro Alloys Limited (IMFA) di luar forum arbitrase internasional. IMFA merupakan perusahaan tambang berbadan hukum India yang menggugat arbitrase Indonesia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan Indonesia dan India memiliki perjanjian penyelesaian sengketa investasi dibawa ke ranah arbitrase. Oleh sebab itu, IMFA mendaftarkan gugatan ke forum arbitrase dengan tuntutan sebesar US$ 581,11 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun. "Kami berusaha menyelesaikan sengketa investasi ini di luar forum arbitrase yakni melalui Settlement of Court," kata Bambang di Jakarta, Rabu (18/11), dikutip dari beritasatu.com
Bambang menuturkan pemerintah telah menunjuk Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa pemerintah dibantu kementerian terkait untuk menghadapi kasus ini. Adapun gugatan tersebut didaftarkan pada 23 September. Sidang pertama akan digelar di Singapura pada 6 Desember mendatang. "Tetapi memang sudah dibawa ke arbitrase. Kita lihat apakah bisa selesaikan di luar pengadilan," ujarnya.
Gugatan dilayangkan lantaran IMFA tidak bisa melakukan produksi batu bara akibat tumpang tindih lahan dengan tujuh Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal IMFA mengatongi IUP Operasi Produksi (OP).
Perkara ini bermula ketika IMFA membeli PT Sri Sumber Rahayu India senilai US$ 8,7 juta di 2010. Sri sudah mengantongi IUP dari Pemerintah Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah pada 2006. Adapun luas wilayah tambang Sri Sumber mencapai 3.600 hektare (ha). Belakangan diketahui wilayah tambang Sri itu meliputi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Wilayah tersebut ternyata tumpang tindih dengan tujuh IUP. Pasalnya, wilayah tambang Sri yang keluar dari Kabupaten Barito Timur mencapai 80 persen. Hal ini melangar ketentuan clean and clear (CnC). (adm)
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan Indonesia dan India memiliki perjanjian penyelesaian sengketa investasi dibawa ke ranah arbitrase. Oleh sebab itu, IMFA mendaftarkan gugatan ke forum arbitrase dengan tuntutan sebesar US$ 581,11 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun. "Kami berusaha menyelesaikan sengketa investasi ini di luar forum arbitrase yakni melalui Settlement of Court," kata Bambang di Jakarta, Rabu (18/11), dikutip dari beritasatu.com
Bambang menuturkan pemerintah telah menunjuk Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa pemerintah dibantu kementerian terkait untuk menghadapi kasus ini. Adapun gugatan tersebut didaftarkan pada 23 September. Sidang pertama akan digelar di Singapura pada 6 Desember mendatang. "Tetapi memang sudah dibawa ke arbitrase. Kita lihat apakah bisa selesaikan di luar pengadilan," ujarnya.
Gugatan dilayangkan lantaran IMFA tidak bisa melakukan produksi batu bara akibat tumpang tindih lahan dengan tujuh Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal IMFA mengatongi IUP Operasi Produksi (OP).
Perkara ini bermula ketika IMFA membeli PT Sri Sumber Rahayu India senilai US$ 8,7 juta di 2010. Sri sudah mengantongi IUP dari Pemerintah Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah pada 2006. Adapun luas wilayah tambang Sri Sumber mencapai 3.600 hektare (ha). Belakangan diketahui wilayah tambang Sri itu meliputi Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Wilayah tersebut ternyata tumpang tindih dengan tujuh IUP. Pasalnya, wilayah tambang Sri yang keluar dari Kabupaten Barito Timur mencapai 80 persen. Hal ini melangar ketentuan clean and clear (CnC). (adm)
0 comments:
Post a Comment